LTSI Arca 1


          Aku mendudukkan diri di kursi kantin. Nasi goreng yang ku pesan masih mengepulkan asap lembut diiringi bau yang nikmat. Lima menit berlalu, aku masih sibuk mengotak-atik layar ponsel. Nasi goreng di hadapanku belum ku sentuh sama sekali. Tiba-tiba, seseorang duduk di hadapanku. 

"Hai Za" Sapanya dengan senyuman. 

Aku meliriknya sebentar untuk melempar senyuman dan kembali ke ponselku. 

"Za, nasi gorengnya dianggurin aja, keburu dingin tuh. " Ucapnya mencoba mengalihkan pandanganku. 

"Iya bentar lagi dimakan kok. " Ucapku dengan nada datar tanpa membelokkan pandangan sedikitpun. 

Hening sejenak. Pria dihadapanku terlihat mengeluarkan ponselnya. Ia terlihat asyik dengan benda pipih itu. Sementara itu, aku menyudahi kegiatan dengan ponselku dan beralih pada makanan di hadapanku. 

"Gitu dong, dimakan makanannya, jangan didiemin terus." Ucap Fakhran. aku tak merespon apapun. 

"Za, pulang dari kampus lo mau kemana? " Tanya Fakhran. 

Aku menaikkan kedua pundakku dengan mulut yang masih sibuk mengunyah makanan. 

"Ikut gue yuk" Ajak Fakhran. 

"Kemana? " Tanyaku penasaran. 

"Ke toko buku. Lo biasanya ngerti soal genre buku yang disukain sama cewek. " 

"Lo mau ngasi buku buat Ranti ya? " Tebakku. Ranti adalah gebetan Fakhran sejak pertama masuk kuliah. Dia adalah sosok wanita pendiam yang kutu buku.

Fakhran nyengir. "Iya" Ucapnya. 

"Tapi.. " 

"Tapi apa?" Tanya Fakhran tak sabar. 

"Kasi satu gratis dong buat gue, gimana? " Ucapku sambil nyengir. 

Fakhran mendecak. "Iya deh iya, boleh."

"Oke kalo gitu, gue anter. " Ucapku semangat. 

Aku melirik jam yang melingkar di tangan kiriku. 

"Eh Ran, gue duluan ya, udah mau masuk jam belajar nih. " Ucapku seraya menyisipkan uang pas di bawah piring dan pergi meninggalkan Fakhran. "Nanti tolong kasi ini ke ibu kantin ya, dan jangan lupa bilang makasih. Oke? " Ucapku sambil mengacungkan jempol. 

        Fakhran mengacungkan jempol sambil tersenyum kearahku. "Beres." Ucapnya. 

Aku bergegas menuju ke kelas. Hari ini, dosen yang mengajar adalah Pak Ammar, dosen muda yang tampan, berwibawa, dan yang paling penting, ia masih single

"Adza.. " Panggil seseorang di belakangku. Aku menghentikan langkah dan melirik orang yang tengah setengah berlari menuju ke arahku. 

"Reva? " Ucapku sambil mengerutkan kening. 

"Bareng masuk kelasnya. " Ajak Reva. Aku mengangguk dengan senyuman. 

"Gue semangat banget tau Za, mata kuliah favorit, dosen favorit, waktunya pas lagi, pagi-pagi, pas masih fokus-fokusnya. " Ucap Reva bahagia. 

       Aku tersenyum. "Iya sih kita juga jadi nggak bosen belajarnya." Jawabku menyetujui ucapan Reva. 

Aku dan Reva bergegas menuju ke kelas. Kami sengaja duduk di bangku paling depan berharap mendapat fokus penuh untuk menyimak pelajaran pagi ini. 

Pak Ammar masuk kelas dengan setelan semi formal khasnya. Ia tampak tampan pagi ini. Reva tak berkedip melihatnya. Dan aku yakin, seluruh mahasiswi di kelas ini, tak ada yang tak memuji ketampanan Pak Ammar, termasuk diriku sendiri. 

Pak Ammar memulai pelajaran. Semua terlihat fokus menyimak. Baik itu menyimak pelajaran, maupun menyimak ketampanan pak Ammar yang katanya Mantan ketua MPK waktu SMA-nya dulu. 

Jam kuliah selesai pukul sepuluh tepat. Sesuai dengan janjiku, hari ini aku akan menemani Fakhran ke toko buku. Saking sayangnya pada Ranti, pria itu rela memberikan apapun yang Ranti inginkan. Bahkan meskipun ia sadar bahwa status mereka saat ini masih sekedar teman. Setahuku, Ranti itu perempuan yang cuek, tak suka banyak bicara, dan terlihat lebih banyak menghabiskan waktu sendiri di perpustakaan kampus. Entah kenapa, Fakhran mengatakan bahwa ia telah jatuh cinta pada perempuan itu sejak pertama kali bertemu di acara ospek kampus. Mereka kebetulan satu fakultas, satu prodi juga. Alhasil mereka sering bertemu. 

Fakhran rela hujan-hujanan menaiki sepeda motor di malam hari, menempuh perjalanan berkilometer demi menemui Ranti yang rumahnya seperti di ujung dunia. Tak tanggung, pria yang sejujurnya terbilang "famous" itu, sampai rela kehilangan nilai gara-gara tidak mengumpulkan tugas. Padahal sebenarnya ia selalu tepat waktu dalam mengerjakan setiap pekerjaan kampus. Ia terbilang rajin dan semangat dalam belajar. Ia rela menukar makalah yang telah ia buat semalaman suntuk dengan makalah milik Ranti yang belum selesai. 

Fakhran sendiri pernah bercerita padaku bahwa Ranti adalah seorang anak broken home. Kedua orangtuanya sudah berpisah sejak ia SMP. Semenjak perpisahan itu, kedua orangtua Ranti meninggalkannya dengan asisten rumah tangga yang telah belasan tahun bekerja pada keluarga mereka. Kedua orangtuanya hidup dengan keluarga baru mereka masing-masing. Meski tak ada yang mau mengurus Ranti secara langsung, keduanya tetap memberikan nafkah dan menunjang sepenuhnya kehidupan gadis malang itu.

"Gue nggak masalah sama latar belakang dia. Yang penting buat gue, dia adalah cewek baik dan bisa nerima gue apa adanya. " Ucap Fakhran suatu hari padaku. 

Melihat Fakhran, sejujurnya, aku jatuh hati pada sikap gigihnya dalam memperjuangkan sesuatu yang ia inginkan. Ranti bagiku adalah sosok wanita yang beruntung karena dicintai oleh lelaki seperti Fakhran. 

Secara penampilan, menurutku Fakhran keren, meski terkadang, jika sedang diluar kampus, penampilannya terlihat seperti brandalan. Ia juga bisa bersaing dengan primadona kampus dalam urusan nilai. Dan yang terpenting, Fakhran dimataku adalah sosok yang totalitas untuk setiap pekerjaan yang ia lakukan. Ia juga tak pernah main perempuan. Ia justru termasuk tipikal orang yang selektif urusan wanita. Bahkan, meski terhitung beberapa wanita datang mendekatinya, ia tak sama sekali mau melirik. Hatinya sudah terpaku pada Ranti, hanya Ranti, tak ada yang lain. 

Jujur, karena sikapnya itu juga aku nyaman berteman dengannya. Fakhran benar-benar memperlakukanku layaknya teman. Tidak lebih. Tidak seperti teman laki-laki lain yang sebelumnya pernah ku temui. 

•••

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nadi yang Disangka Alibi

Tuan Muda Dari Negeri Renta

Selamat 31 Tahun A IQBAL