LTSI Arca 3


"Adzalia Rumaisha. " Panggil Pak Ammar dari depan kelas. Aku mengangkat kepala perlahan. Aku ragu sejujurnya mengingat hari ini aku datang terlambat. Dan anehnya, Pak Ammar mengizinkanku masuk dengan mulus, tanpa basa-basi. Dan itu adalah hal yang terbilang aneh. 

"Coba maju ke depan. " Pinta Pak Ammar ramah. 

Jantungku berdegup kencang. Perasaanku tak enak. 

"Silahkan saudari Adzalia Rumaisha. " Ulang Pak Ammar dengan tatapan yang secara kasar maksudnya adalah: "ayo cepat maju, kalau tidak kamu saya keluarkan sekarang juga! "

Aku menggigit bibir cemas. Pasti ia akan mempermalukanku. Pak Ammar paling tak suka jika ada yang telat datang saat mata kuliahnya . 

"Mau saya hitung? " Tanya Pak Ammar mulai tak santai. 

"Bismillahirrahmanirrahim" Ucapku lirih kemudian berdiri dan melangkah ke depan. 

Pak Ammar menatapku. Sementara aku hanya menunduk tanpa berani melihatnya. 

Aku berdiri menghadap kelas. Semua mata mengarah padaku. Intens dan sempurna. Mereka pasti tahu bahwa Pak Ammar tak segan untuk mempermalukanku karena kesalahanku hari ini. 

"Sudah siap lahir bathin? " Tanya Pak Ammar tiba-tiba membuat seisi ruangan terheran. 

Reflek, aku mengangkat kepala dan melihatnya yang tengah santai berdiri menyandarkan diri ke meja dosen. 

"Maksud saya, kamu sudah siap lahir bathin buat saya tanya di depan kelas? " Ucap Pak Ammar menerangkan maksudnya. 

Seisi ruangan mencoba menahan tawa. Tak biasanya Pak Ammar bercanda. Ini adalah hal yang terbilang aneh. 

"Saya mau serius sama kamu. " Ucap Pak Ammar kemudian. 

Kali ini aku hanya menunduk sambil menggigit bibirku. Apa maksudnya coba? Apa dia sedang gladi kotor untuk melamar seseorang? Tapi kenapa harus aku yang jadi sasaran percobaannya? 

Lagi-lagi seisi kelas terlihat keheranan. Para mahasiswi di kelas ini—aku yakin—tak ada yang tidak penasaran dengan alasan Pak Ammar melakukan semua ini. 

"Sudah siap? " Tanya Pak Ammar. 

"S-siap apa Pak? " Tanyaku memberanikan diri. 

"Siap untuk saya tanya secara serius. " Ucapnya datar sambil membolak-balik halaman buku agenda.

Samar ku dengar, orang-orang tengah berbisik. Pak Ammar memang sedikit aneh dengan semua ucapannya hari ini. Biasanya ia to the point jika ingin menghukum seseorang. Apalagi urusan kedisiplinan. 

"Kenapa nggak jawab? " Tanya Pak Ammar membuatku semakin bingung. 

"Siap Pak" Ucapku ragu. 

"Serius siap?" Ucap Pak Ammar meyakinkanku. 

"S-siap" Ucapku, maybe? —sambungku dalam hati. 

"Tadi sebelum ke kampus kamu kemana dulu? " Tanya Pak Ammar. 

Sudah ku duga. Pasti berhubungan dengan ini. 

"Kamu nggak jualan kresek dulu kan? " Ucapnya datar namun terkesan tajam. Semua orang menertawakanku. 

"Enggak Pak" Ucapku. 

"Hmm bagus kalo gitu. " Tiba-tiba tatapannya tertuju sempurna ke arah ku. "Kamu mau tahu hukuman apa yang akan saya kasih ke kamu karena keterlambatan kamu hari ini? " Lanjutnya. 

Aku merasa cemas. Aku tak tahu hal gila apa yang akan ia berikan sebagai hukuman. Reza pernah di hukum mewawancara orang stress yang suka nongkrong di warung depan kampus karena telat. Raisa, dihukum mempraktekkan sikap anak SLB di samping rumahnya karena telat. Aldo, diminta lari-lari di aula sambil tertawa. Dan aku? Bagaimana nasibku saat ini. 

Aku tahu semua itu dilakukan Pak Ammar untuk membuat kami disiplin waktu. Meski terkadang semua hal itu terdengar konyol dan berlebihan. 

"Bacakan do'a ba'da sholat dhuha. " Perintah Pak Ammar tiba-tiba. 

Aku mengangkat kepala. 

Seriously? Cuma itu? 

Aku tak yakin, ini mungkin hanya jebakan. Tak mungkin hukumannya semudah ini. 

"Kenapa diam? Mau saya tambah hukumannya? " Tanya Pak Ammar. 

"E-enggak Pak." Ucapku kaget. 

"Ya sudah silahkan bacakan" Perintahnya. 

Aku menarik napas perlahan. Seisi kelas hening hendak menyimak do'a yang akan ku bacakan. "Bismillahirrahmanirrahim, Allahumma innad dhuha a dhuha uka, wal baha a baha uka, wal jamala jamaluka, wal quwwata quwwatuka, wal qudrata qudratuka,wal iraadata iraadatuka, wal 'ismata 'ismatuka. Allahumma in ka na rizqi fis samaai faanzilhu wa in kana fil ardhi, faakhrijhu, wa in ka na mu'ashiran fayassirhu wain kana haraman fathahirhu wa in kana ba'idan fa qaribhu wa in kana qalilan fakatsirhu, bi haqi dhuhaaika, wabahaika, wajamaalika waquwwatika wa qudratika aatini ma ataita ibadakas shalihin. Aamiin. "  

Aku melihat ke arah Pak Ammar. Ia terlihat menunduk sambil memejamkan mata. Seserius itukah ia mendengarkan do'a yang kubaca? 

Tiba-tiba Pak Ammar mengangkat kepala dan melihat ke arah ku. "Baik, bacaan kamu fasih. Silahkan duduk. " Ucapnya. 

Serius? Sesingkat ini? 

Percaya tak percaya, aku kemudian melangkah kembali ke tempat duduk. Tanpa basa-basi, tanpa membahas apapun lagi, Pak Ammar to the point melanjutkan materi mata kuliah Psikologi Kepribadian. 

Hingga kelas berakhir, satu persatu mahasiswa keluar. Kini, tersisa aku dan Reva. Dan satu lagi, Pak Ammar yang masih duduk di tempatnya. 

"Ayo Za" Ucap Reva mengajakku keluar. 

Aku menganggukkan kepala dan berdiri. Kami melangkah menuju pintu keluar. Tiba-tiba, 

"Tunggu" Ucap Pak Ammar. 

Langkah kaki kami terhenti. Aku dan Reva membalikkan badan kearah Pak Ammar. 

"Ada hal yang harus saya bicarakan sama kamu, Adzalia." Ucapnya membuatku terkejut. 

Maksudnya? 

"Reva, silahkan pulang. " Ucap Pak Ammar mempersilakan Reva untuk pulang. 

       •••

Reva terlihat duduk di bangku taman kampus. Aku segera berjalan menuju ke arahnya. Reva yang menyadari kehadiranku terlihat melambaikan tangan. 

Aku mendudukkan diri di samping Reva. Ia terlihat antusias menunggu ceritaku. 

"Tau nggak Za? Anak-anak tiba-tiba rame ngomongin lo gara-gara hukuman yang lo Terima tadi. Mereka bilang 'kok bisa Pak Ammar ngasi hukuman secetek itu? '. Terus ada juga yang bilang kalo hari ini Pak Ammar lagi dapet kebahagiaan, makanya lo selamet dan nggak dihukum bersikap kayak orang gila, kaya hukuman yang biasanya dia kasi. " Ucap Reva membuatku terdiam. 

Memang ada yang aneh dengan sikap Pak Ammar hari ini. Dari sikapnya yang bisa dibilang agak "basa-basi" saat hendak menghukumku tadi, sampai hukuman yang ia berikan padaku. Semua itu diluar kebiasaannya. 

" Oh iya, lo ngobrol apa aja sama Pak Ammar tadi? " Tanya Reva tiba-tiba.

Aku tersenyum simpul. Bingung mau memulai cerita dari mana. 

"Sebenernya gini," Ucapku memulai cerita. " Pak Ammar kan sempet ketemu sama aku waktu sholat dhuha di mushola sekitar dua hari lalu. Dia cuman nanya soal alasan kenapa aku sholat dhuha waktu itu. " Jawabku berbohong. 

Reva mengerutkan dahi. "Masa sih cuman nanya gitu doang dia sampe nyuruh gue pulang duluan? Nggak jelas banget. " Ucap Reva tak percaya. 

Aku tertawa kecil. "Nggak jelas gimana Re? " Tanyaku.

"Lo nggak pinter bo'ong tau nggak sih Za? Nggak jelas banget coba Pak Ammar nanya kenapa lo sholat dhuha. Seisi dunia juga udah tau kali, kalo orang sholat dhuha itu dimana-mana ya biar dapet pahala, ngapain ditanyain lagi coba? " Reva menghela napas. "Lagian Pak Ammar sikapnya aneh banget tau hari ini. Nggak biasanya dia basa-basi gitu kalo mau ngehukum orang. Terus hukumannya juga ringan banget perasaan. " Reva tiba-tiba mengutarakan hal yang sama dengan yang ada dipikiranku. "Jangan-jangan.. " Reva terlihat memasang wajah penuh kecurigaan. 

"Jangan-jangan apa? " Tanyaku penasaran. 

"Dia suka sama lo Za. " Ucap Reva menggodaku. 

Aku menghela napas. "Nggak mungkin lah Re. Lagian masa iya, diantara deretan nama perempuan yang ngejar-ngejar dia, nggak ada satupun yang lebih baik daripada aku? Pasti banyak lah Re. " Ucapku pesimis. 

"Jangan pesimis gitu dong Za. Siapa yang tau, iya kan? " 

Aku terdiam. Sejak tatapan Pak Ammar di taman waktu itu, sikapnya di kelas yang tiba-tiba berubah, dan jujur, tadi dia bukan hanya sekedar menanyakan soal alasanku sholat dhuha. Ia juga menanyakan soal seluk-beluk kehidupanku.

 Aku sendiri tak mengerti dengan semua itu. Entah mungkin hanya kebetulan. Tapi sepertinya terlalu tidak masuk akal jika dianggap sebagai sebuah kebetulan. Mungkin ia memang sedang gladi kotor untuk melamar seseorang, dan aku adalah anak malang yang ia jadikan objek percobaan. 

•••

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nadi yang Disangka Alibi

Tuan Muda Dari Negeri Renta

Selamat 31 Tahun A IQBAL